LANTUNAN ayat suci Alqur’an mengiringi tugas sang mentari. Sinarnya menyelinap, di antara perahu-perahu nelayan. Berpendar pada buih ombak. Menerangi cakrawala. Hari mulai benderang!
Lihat di sana, itu pemukiman suku Biak Numfor! Derap langkah warga terayun. Ada yang ke pasar, mengantar anak sekolah, pergi bekerja, hingga menuju warung kopi pinggir pantai. Ingin menikmati awal pagi.
Dari sebuah bangunan, tampak jubah dan sarung berkelebat. Hilir-mudik pemakainya. Sehabis mengaji di masjid. Selepas subuh yang syahdu. Salam pun bertebaran. Senyum tersungging, menyapa saudaranya.
Selamat datang di Soren! Asal nama daerah itu. Ladang minyak zaman kompeni. Yang kini jadi wilayah terbesar di Provinsi Papua Barat. Kita mengenalnya dengan sebutan: Kota Sorong. Rumah bagi 282.146 penduduk. Tempat di mana pantai Tembok Berlin berada, dan Puncak Arfak bertengger.
Di kota ini, di timur nusantara, salah satu pondok pesantren ahlussunnah berdiri. Mengibarkan panji tauhid dan sunnah. Menyuarakan La Ilaha Illallah… Mengingatkan manusia dari bahaya kesyirikan. Mengumandangkan tasbih, tahmid dan takbir.
Ponpes Darul Atsar, namanya. Dipimpin oleh Al Ustad Abdul Azis, dan wakil Al Ustad Abu Ibrahim Abdul Malik.
Pendengar setia radio Indah Siar, berkesempatan mendengar sekelumit kisah. Awal pendirian Ponpes Darul Atsar, dan perjuangan pengembangan dakwah ahlussunnah di Soren, yang bermakna laut terdalam dan bergelombang – dalam bahasa Biak Numfor.
Ustad Abu Ibrahim Abdul Malik berkenan meluangkan waktu, Senin (4 Dzulhijah 1443 H / 4 Juli 2022). Melakukan teleconference yang disiarkan live, dari studio Indah Siar, kompleks Ponpes Dhiya’us Sunnah, Kota Cirebon.
Pukul 19.30 WIB di studio. Jam 21.30 waktu Papua. Program acara bertajuk Bincang Indah Bersama Asatidzah itu berlangsung asyik. Dipandu host Faqih Abu Hizqil. Pertanyaan dan obrolan mengalir lancar. Antusias pendengar mengikutinya. Baik dari radio langsung, maupun aplikasi RII.
“Awal mula yang berdakwah di sini ustad Syafrudin, tahun 2001,” kata ustad Abu Ibrahim, mengawali perbincangan. “Beliau juga yang berinteraksi pertama kali dengan masyarakat.”
Pada 2010, ustad Syafrudin kembali ke Yogyakarta. Estafet dakwah di Ponpes Darul Atsar diteruskan oleh ustad Muadz (Depok), hingga 2013. Setelah itu dilanjutkan ustad Abdul Azis sampai sekarang.
“Saya mulai bergabung tahun 2013,” ujar ustad Abu Ibrahim, yang memang kelahiran Papua.
Bagaimana respons masyarakat setempat? Kaum muslimin warga Kota Sorong menyambut baik dakwah ahlussunnah. Bahkan dari Kantor Kemenag Kota Sorong, memberi kesempatan mengisi khutbah Jum’at rutin di masjid-masjid.
“Masyarakat antusias. Banyak yang ikut kajian, dan anak-anaknya disekolahkan di Ponpes Darul Atsar,” tutur ustad Abu Ibrahim.
Terkait perkembangan dakwah secara umum, lanjut beliau, Kota Sorong pada perjalanannya menjadi sentral penyebaran ilmu tauhid dan sunnah di Papua Barat. Jadwal kajian melebar ke Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat.
Taklim rutin di kedua daerah tersebut, berlangsung tiap pekan. Tentu saja perjalanan yang ditempuh asatidzah pemateri, jadi cerita tersendiri. Jika ke Kabupaten Sorong masih terhitung dekat. Lain hal ke Raja Ampat. “Kita menempuh satu jam perjalanan laut, dan harus menginap di sana,” beber ustad Abu Ibrahim.
Waktu bergulir. Pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala tampak nyata. Perjuangan menaiki perahu cepat. Menerjang gelombang. Menjaga keseimbangan tubuh agar tak limbung, berbuah manis. Episode dakwah berikutnya melahirkan Rumah Tahfizh Raja Ampat. Menginduk ke yayasan di Kota Sorong.
“Walhamdulillah… Atas pertolongan Allah semata, perkembangan dakwah di Sorong berjalan cukup baik,” kata ustad Abu Ibrahim. (bersambung)
#Nantikan cerita selanjutnya, Insyaallah… Masyarakat Papua Haus Ilmu Agama. [abu ali]
Baca juga:
- Masyarakat Papua Haus Ilmu Agama
- Belajar ke Ulama Yaman, Catatan Daurah Nasional Asy Syariah ke-17
- Pesan Syaikh Rabi Al Madkhali, Catatan Daurah Nasional Asy Syariah ke-16
1 thought on “Di Timur Dakwah Ahlussunah Bersinar”