NEGERI itu berbatasan langsung. Dengan Kerajaan Saudi Arabia. Bertetangga. Bersebelahan. Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah mengirim duta. Penghulu para ulama: sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu’anhu. Untuk mengenalkan Islam. Kepada penduduknya. Berhasil. Sukses.
Begitu dekat. Hubungan negeri itu. Dengan Saudi Arabia. Bukan sekadar teritori. Juga histori. Hingga jadi kewajiban. Bagi penguasa Saudi. Ikut menjaga kedamaian negeri itu. Bentuk kasih sayang. Perhatian dari tetangga. Yang lebih kaya. Dari sisi ekonomi. Yang lebih sepuh. Dari sejarah Keislaman.
Tentu musuh Islam paham. Musuh tauhid dan sunnah tahu. Bagaimana menembus teritori Saudi. Guna mengacaukan Al Haramain: Makkah-Madinah. Tanah suci kaum muslimin. Paling mudah, ya lewat negara tetangganya.
Maka dibuatlah. Berbagai kerusuhan di negeri itu. Lewat pemberontakan bersenjata. Didukung perampokan akidah dan manhaj (metode beragama). Agar kaum muslimin di sana murtad. Membelot. Dari akidah ahlussunnah wal jamaah (aswaja). Yang mencintai sahabat nabi. Memuliakan ahlul bait. Menjadi pencerca sahabat nabi. Penghina keluarga nabi.
Harapannya. Target besarnya. Kalau sukses menghapus akidah aswaja di negeri itu. Para pembuat kekacauan. Bisa merangsek ke Saudi. Bila tetangga sebelah teracuni. Akan mudah melibas yang di sebelahnya lagi. Demikian makar mereka. Di titik ini penguasa Saudi tak bisa tinggal diam. Mesti berbuat. Menggalang silaturahmi global. Guna meredam kecamuk di negeri itu. Demi menyelamatkan akidah aswaja: warisan nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Maka lahirlah: Ashifatul Hazm; Operasi Badai yang Menentukan. Media barat menyebutnya: Operation Decisive Storm. Tahun 2015 lalu. Sampai sekarang. Mengapa Menentukan? Seperti diulas sekilas di atas. Kerajaan Saudi Arabia. Sebagai sesepuh negeri muslim sedunia. Sudah menerka. Arah peperangan kemana. Kalau Saudi tidak turun tangan. Bersama negara Islam Timur Tengah lainnya. Bisa cilaka. Khawatir negara tetangga, dikuasai pemberontak. Dan menjalar ke Saudi sendiri.
Ini urusan akidah. Super penting. Paling mendasar. Prinsip utama. Sehingga Saudi Arabia. Melalui Raja Salman. Semoga Allah membalas segala kebaikannya. Merasa berhak. Menjaga akidah saudara-seiman. Dari rongrongan kelompok manapun. Terkhusus di negeri sahabat Muadz bin Jabal berdakwah:Yaman. Dari kejahatan Syiah Hutsi: sang pemberontak. Yang disokong negeri Syiah Iran. Reinkarnasi negeri penyembah api: Persia. Musuh bebuyutan kaum muslimin. Yang berhasil dimusnahkan.
Wawancara Syaikh
Kesempatan itu datang. Menanyakan situasi terakhir. Langsung pada penduduk Yaman. Saya menemui syaikh Shalah Futaini Kantusy. Sebelum kajian mulai, Ahad pagi (8/9). Kami duduk bersama. Di ruang tunggu. Syaikh Shalah memakai imamah merah. Beliau menikmati kopi. Bersama ustad Abu Nasim Mukhtar. Yang bertugas menerjemah. Ada pula ustad Muadz Depok. Ustad Mukhtar mengenalkan siapa saya. Tak lupa menyapa Letkol Agus Surabaya. Yang tergabung di panitia. Bagian keamanan.
“Kata syaikh, Pak Agus. Kenikmatan terbesar kita (setelah iman Islam) adalah punya ketertarikan belajar agama,” kata ustad Mukhtar. Meneruskan ucapan syaikh Shalah. Sesaat sebelum menemui kaum muslimin.
Kajian berlangsung sekitar satu jam. Syaikh Shalah kembali ke ruang tunggu. Saya utarakan keinginan: mewawancarai beliau. Syaikh berbaik hati. Tak menolak. Saya duduk di sebelah kanannya. Menyodorkan perekam di dekat dada beliau. Pertanyaan: bagaimana kondisi terakhir Yaman? Saat terakhir ditinggalkan menuju Indonesia.
Ini pertanyaan penting. Sebab berita perang di Yaman. Penuh distorsi. Sarat agenda setting. Media mainstream. Jarang secara gamblang. Menyebut biang kerusuhan: milisi syiah Hutsi. Selalu disebut: intervensi militer Saudi Arabia ke Yaman; invasi Saudi ke Yaman. Opini pembaca digiring: perang di Yaman berkobar. Karena pasukan koalisi. Pimpinan Saudi Arabia. Menyerang penduduk Yaman. Padahal tidak demikian.
Syaikh Shalah menghela napas. Terdiam beberapa detik. Mungkin sedih. Mengingat kondisi negerinya. Lalu mulai menjawab. Mulanya suara pelan. Lalu lebih terdengar. Panitia menyiapkan teh hangat. Begitu menyenangkan pagi itu. Sebuah momen langka. Walhamdulillah.
Syaikh Shalah teringat pesan gurunya. Syaikh Muqbil rahimahullah. Perintis dakwah sunni-salafi di Darul Hadits Dammaj, Yaman Utara. “Syiah kalau sudah melakukan pergerakan. Pasti memiliki agenda menguasai negara. Seperti terjadi di Iran,” katanya.
Beliau juga menyinggung. Peran negara syiah Iran. Yang mendukung pemberontak syiah Hutsi di Yaman. Hingga menggulingkan pemerintahan yang sah. Menewaskan ribuan warga. Dan menyebabkan masyarakat kekurangan bahan pangan. “Adapula keterlibatan negeri kafir (atas terjadinya pemberontakan tersebut),” ujar syaikh. Seraya mengingatkan kaum muslimin. Juga harus mewaspadai gerakan Ikhwanul Muslimin (IM).
Jakarta Islamic Centre
Syaikh Shalah datang ke Indonesia. Bersama syaikh Ali bin Husain asy-Syarafi dan syaikh Zakariya bin Syuaib. Ketiganya ulama Yaman. Pemateri Daurah Nasional Asy Syariah ke-17, Sabtu-Ahad (7-8/9). Di Masjid Jakarta Islamic Centre (JIC), Jakarta Utara. Mereka pernah kemari. Tiga tahun lalu. Dalam acara sama.
Tema besar yang diangkat: Sabar dalam Menjalankan Agama. Terbagi menjadi beberapa sub tema. Merujuk kepada keteladanan salaf. Di Antaranya: Kesabaran Salaf dalam Menuntut Ilmu; Kesabaran Salaf dalam Menaati Penguasa; Kesabaran Salaf dalam Mendidik Anak. Salaf: para sahabat radhiyallahu’anhum ajmain. Ulama tabi’in dan tabiut tabi’in. Termasuk Imam Malik bin Anas, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah.
Sehingga memilih mazhab. Di awal belajar mendalami agama. Boleh saja. Monggo. Asal jangan fanatik. Toh, muaranya tetap kembali. Kepada yang dicontohkan para sahabat. Sesuai ajaran Rasulullah Muhammad bin Abdillah. Imam Syafi’i menegaskan: “Kalau ada ucapanku menyelisihi sunnah (ajaran) Rasulullah, lemparkan ke dinding.”
Artinya, pengikut mazhab. Wajib tunduk kepada tuntunan nabi. Tidak membuat praktik ibadah baru. Ojo ngarang dewek! Apa jare kita, apa jare kiai! Kalau menyelisihi Alqur’an dan hadis. Tinggalkan. Lha wong, keempat imam itu. Menyampaikan ilmu agama. Menulis banyak kitab. Bersandar pada hadis-hadis. Yang diriwayatkan para sahabat nabi.
Pasukan Oranye
H-1 Darnas JIC. Jum’at sore (6/9), semua sibuk. Regu kebersihan memakai rompi oranye. Tampak kompak. Penuh semangat. Total ada 170 personel. Membawa berbagai peralatan. Menyapu dalam masjid. Halaman luar masjid. Samping kanan. Kiri. Selasar depan. Dan belakang.
Di tengah kajian berlangsung. Beberapa kali saya menyaksikan. Pasukan oranye menyisir area lantai dua masjid. Membawa trash bag. Mengumpulkan sampah. Menunaikan amanah. Agar tiap sudut masjid tetap cling.
Tim lain menunjukkan kesungguhan pula. Ada regu keamanan dari unsur TNI/Polri. Siaga membuat peserta nyaman. Yang ditaksir mencapai 20 ribu orang. Tim transportasi dan parkir bahu-membahu. Mengatur seratusan bus. Ratusan mobil. Ratusan motor. Kru sound system: Jabodetabek dan Yogyakarta. Kerja bareng. Begitupun tim audio radio streaming. Tim kesehatan. Juga personel kesekretariatan. Menulis resume paparan masyaikh. Membuat reportase dan dokumentasi. Tak ketinggalan, tim konsumsi. Menyiapkan berbagai menu. Masyaallah.. Semoga Allah membalas segala kebaikan kalian, saudaraku…
Al Anshar, DIY
Kajian di JIC, berakhir jelang magrib. Syaikh Zakariya mengisi sesi terakhir. Peserta daurah pulang dengan tertib. Kegiatan berjalan lancar dan aman. Ketiga syaikh lalu berkumpul. Di Pondok Pesantren Al Anshar, Sleman, DIY. Mengisi Daurah Asatidzah. Dijadwalkan Ahad hingga Sabtu (8-14/9). Ternyata pelajaran selesai lebih cepat, sampai Kamis (12/9).
Tampak peningkatan. Peserta Daurah Asatidzah. Terlihat dari tenda yang disiapkan. Di area luar masjid. Begitupun alas terpal dan tikar. Terhampar lebih banyak. Dari tahun lalu. Data panitia: tahun ini disiapkan 1.100 eksemplar. Buku kumpulan materi. Yang akan dipelajari.
“Tahun lalu kami sedia 500 eksemplar. Kemudian ditambah jadi 1.000 eksemplar. Tahun ini disiapkan 1.100 eksemplar. Tapi, ternyata masih kurang juga. Permintaan terus datang,” kata bagian kesekretariatan. Jumlah sebanyak itu menunjukkan. Animo peserta, para ustad ahlussunnah sunni-salafi. Sangat tinggi. Rindu duduk di majelis syaikh. Sebagian besar ustad yang datang. Pernah menimba ilmu langsung di Yaman.
Membludaknya peserta Daurah Asatidzah. Saya amati. Mulai banyak santri dewasa. Dari pondok-pondok pesantren ahlussunnah. Ingin menambah pengalaman. Duduk bersimpuh di hadapan syaikh. Mendengar ilmu agama langsung dari pakarnya. Bahasan tahun ini meliputi: Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Muqaddimah Ushul At Tafsir Ibnu Taimiyah, Kitabul Buyu’ dari Manhajus Salikin.
Keliling Indonesia
Kehadiran ulama Yaman di tanah air. Dimaksimalkan. Safari dakwah digeber. Usai mengisi Daurah Asatidzah. Masih di Yogyakarta. Sabtu (14/9), ketiga syaikh memberi wejangan. Kepada kaum muslimin di Masjid Agung Kulonprogo, DIY. Mengangkat tema: Peran Muslim dalam Menjaga Stabilitas Bangsa.
Ahad (15/9), syaikh Ali lanjut memberi pelajaran di Masjid Paripurna Nurussalam, Pekanbaru. Sementara syaikh Zakariya bertugas di Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Yusuf, Makassar. Senin (16/9), syaikh Shalah mengunjungi Masjid Islamic Center Samarinda, Kaltim. Dan syaikh Zakariya ke Masjid Raya Al Fatah, Ambon.
Semoga ilmu agama yang disampaikan. Bermanfaat bagi kaum muslimin. Masyarakat mendapat pencerahan. Mantap meniti jalan tauhid dan sunnah. Tidak goyah. Di tengah ujian syahwat dan syubhat. Semoga Allah menyelamatkan negeri Yaman. Dari kebrutalan pemberontak syiah Hutsi. Semoga Allah memberkahi negeri Syam dan Yaman…doa nabi shallallahu’alahi wasallam. (abu ali)
*) Tayang perdana di radarcirebon.com edisi Sabtu, 14 September 2019.
Baca juga: Pesan Syaikh Rabi Al Madkhali, Catatan Daurah Nasional Asy Syariah ke-16
1 thought on “Belajar ke Ulama Yaman, Catatan Daurah Nasional Asy Syariah ke-17”