NAIK motor pilihan tepat. Menjelang sore kami berangkat. Start pukul 14.30 WIB. Meninggalkan tim kesehatan yang masih berjibaku. Melayani warga Kampung Cipaku, Desa Cisarandi, Kecamatan Warungkondang.
Satu unit matik dan bebek lawas siap digeber. Gaskeun… kata anak jaman now. Jas hujan tak boleh lupa. Langit memberi sinyal: awan gelap mulai bergesekan. Benar saja, memasuki jalan raya Cianjur-Sukabumi, gerimis tipis turun.
Saya dibonceng Abdurrozaq. Abu Royyan membawa Abah Fajar. Kami belok ke sebuah pertigaan. Menuju arah barat. Mendekati Gunung Gede. Kran langit terbuka makin lebar. Dan, akhirnya menjadi ember tumpah. Basah, basah, basah.
Roda dua fokus di gigi 1-2. Rute makin menanjak. Roda empat, walau tak kebasahan, tidak lebih baik: macet mendera. Bau ampas kopling menyeruak. Kesabaran tak boleh sirna. Mesti tetap melaju. Dicari: pembalap-pembalap andal di sirkuit keikhlasan. Berlomba-lombalah…
Di jalur ini rumah warga tampak memprihatinkan. Banyak yang hancur. Tak berbentuk lagi. Menyisakan puing-puing, di antara tulisan phylox dan cat tangan: Posko Pengungsi atau Dapur Umum Warga. Lainnya menulis di tembok rumah: Depan kokoh, belakang roboh.
Cukuplah air langit yang berlinang. Para relawan mesti tetap tegar. Mengirim bantuan ke garis depan.
Pengungsi tinggal di tenda-tenda darurat. Perjalanan makin ke atas, makin berkelok. Padat merayap. Kendaraan tumplek-blek. Satu mobil bak tak sabar. Menyalip dia. Ingin lepas dari antrean. Nyatanya, di depan sana sebuah mobil relawan melaju pula. Bertemu! Berhadapan! Nah, lho… Jalur kanan-kiri terkunci. Stag!
Beruntung Polantas muda melintas. Bintara Polri itu sigap mengatasi keadaan. Lajur jalan yang sempit dioptimalkan. Motor dipepet-pepetkan. Ruang sedikit terbuka. Mobil bak dipaksa mundur! Jauh ke antrean buncit. Arus masih tersendat. Giliran pemotor yang selip sana-sini. Demi memperlekas sampai tujuan.
Hujan makin menjadi. Rindu berat pada bumi rupanya. “Ini hujan deras pertama usai gempa,” kata seorang ibu, warga Kampung Rasamala, Desa Padaluyu, Kecamatan Cugenang. Kami break sejenak. Uap dingin mengepul dari mulut Abah Fajar, relawan ahlussunnah asal Yogyakarta. Menandakan udara dingin mengepung.
Si ibu dan keluarga masih takut. Trauma. Belum berani sering keluar-masuk dalam rumah. Teras depan jadi pilihan. Kumpul bersama. Sambil terus memantau situasi. Waspada gempa susulan atau tanah longsor.
Tujuan kami: Kampung Gintung, Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang. Masih jauh kata warga. Di sana, kami ingin menemui saudara seiman: Abu Salman Dede. Rumah orang tuanya terdampak. Ambruk di sebagian ruangan. Tembok retak di banyak sisi. Sementara bangunan tetangga kanan-kiri roboh.
Warga yang tadinya hidup layak. Nyaman dan hangat dalam rumah. Kini tinggal di bawah terpal biru. Beralaskan tanah becek, dilapisi plastik seadanya. Bila malam tiba, suasana bertambah pilu. Angin dingin rajin berkunjung. Anak-anak menggigil di pelukan ibu mereka.
Kami sampai di kediaman Abu Salman pukul 17.00 WIB. Menempuh dua jam lebih gas-rem, gas-rem. Diselingi turun mendadak dari motor, membantu mengurai kemacetan di tengah guyuran hujan.
Tim mendokumentasikan kondisi Kampung Gintung. Mendata apa saja yang dibutuhkan keluarga Abu Salman dan masyarakat setempat. Dipersiapkan pula lokasi, rencana personel Forum Kesehatan Ahlussunnah (Fokas) menggelar giat pengobatan gratis. Insyaallah akhir pekan ini.
“Saya senang sekali bisa didatangi sesama ikhwan ahlussunnah,” kata Abu Salman tak kuasa menahan haru. Ayah lima anak itu, kini turut mendampingi kedua orang tuanya di tenda pengungsian.
Info terbaru, relawan ahlussunnah dari Parung, Bojong dan Cikarang Bekasi, merapat pula ke Kecamatan Cugenang. Menyalurkan logistik kebutuhan dasar pengungsi. Menyampaikan amanah donasi dari para donatur.
Walhamdulillah, sinergitas relawan ahlussunnah di lapangan terkoordinir dengan baik. Upaya bersama ini diharapkan dapat meringankan kesulitan kaum muslimin di wilayah terdampak bencana.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa (29/11/2022), jumlah korban jiwa gempa Cianjur 327 orang. Sementara 13 lainnya, belum ditemukan. Jenazah korban meninggal dunia banyak ditemukan di Kecamatan Cugenang.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kekuatan iman, menjaga keistiqomahan saudara-saudara kita di pengungsian, dan juga memudahkan para relawan untuk menolong sesama mahkluk ciptaan-Nya. (abu ali)
#Jazakumullahu khairan kepada para donatur yang telah berpartisipasi.
Baca juga:
2 thoughts on “Menuju Cugenang, Titik Terparah Gempa Cianjur”